Postingan

Menampilkan postingan dari 2014

balada Usup Haryono

         Di tempat kerja Yono, ada karyawan baru yang berasal  dari aceh. Yono sang manusia super langsung saja mendekati karyawan yang bernama bu Amel. Waktu itu ibu amel lagi nunggu jam pulang ngantor. Yono: nunggu jemputan ya bu? (basa basi memulai pembicaraan) Bu amel: bukan mas, nungu yang nganter mas (sambil senyum) Yono: bu, Ibu dari Aceh ya? Ibu amel: iya bener mas Yono: saya juga dari aceh lho bu (bohongnya keliatan banget  karena nanya pake logat sunda yang kental banget) Bu amel: oh ya ? (muka bu amel sudah menunjukkan ketidak percayaan). Datang pak gufron.. Pak gufron: (memberi kode ke pada bu amel, Yono lagi bohong). Yono: udah berapa lama di Jakarta bu? Bu amel: hmmm…sebulanan lah mas (logat aceh masih kental) Yono: ooo, berarti baru ya di Jakarta bu? Udah jalan ke mana aja bu? Bu amel: pas idul adha kemarin ke ini sih… Blok M.. tapi toko nya banyak yang tutup. Jadi bosen juga Yono: wah…coba ibu jalannya sama saya pasti gak bakalan bosen(mulai l

Menuju UI 1: Pemilihan Rektor Universitas Indonesia 2014

Gambar
Tahun 2014 memang kalau boleh kita katakan adalah tahun politik-ria. Berbagai hajatan politik telah disuguhkan kepada rakyat. Begitu pula yang akan terjadi di Kampus Universitas Indnesia. Belum lagi selesai pelantikan Presiden Republik Indonesia terpilih Ir. Joko Widodo, kali ini giliran kampus kuning memilih pemimpinnya. Ya benar, Masyarakat Universitas Indonesia akan  memilih Rektor nya yang baru. Sesuai dengan urutannya UI akan memilih Rektor yang ke 14 tahun ini. Memang ruang lingkup nya lebih kecil. Namun mengingat peranan perguruan tinggi dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi di sebuah negara sangatlah strategis, maka proses pemilihan rektornyapun akan menjadi menarik untuk disimak. Sebagaimana layaknya, perguruan tinggi tidak hanya bertujuan mencetak sarjana-sarjana yang mampu secara akademis akan tetapi juga menyiapkan sarjana yang mumpuni guna menghadapi tantangan global. Rektor sebagai pimpinan Universitas memiliki tanggungjawab sebagai pionir utama yang menj

Dengan Pak Dosen

Gambar
Pak dosen, yang baik hati Jangan lah terlalu banyak memberikan kami tugas pak Pening pula kepala kami pak Sementara tugas yang kemarin belum lagi selesai pak Datang pula yang baru pak Pak dosen, bagaimana kalau kuliah kita sekali-kali di warung kopi pak Sambil menikmati secangkir kopi susu, teh telur, kopi tubruk, kopi aceh dan sepiring gorengan pak Tak apa kami yang iuran untuk mentraktir pak dosen pak Pak dosen, bagaimana kalau kuliah kita padatkan  saja hari ini pak Besok-besok tidak perlu ada kelas lagi pak Pak dosen, yang hebat teori-teori bapak sangat luar biasa pak Tapi bolehkah saya bertanya pak? Apakah teori ini bisa dipakai dalam kehidupan sehari-hari pak? Pak dosen, tugas saya belum selesai pak Bolehkah tugas saya kumpulkan minggu depan ( itupun kalau sudah selesai) pak Sebab saya terlalu sibuk akhir-akhir ini pak Jadi berilah saya tenggat waktu ya pak Pak dosen, kata nya bapak ada rapat pagi ini ya pak Berarti tidak ada

Hari Batik Nasional (HarTikNas)

Gambar
                                     Selasa malam saya mendapat SMS dari kawan, begini bunyi teks nya “Besok pake batik, Hari Batik Nasional”. Saya mengiyakan,tanpa sempat membalas pesan pendek nya itu.             Rabu pagi saya datang ke kampus dan melihat para mahasiswa dan dosen sudah mengenakan batik dengan berbagai corak dan warna. Didukung oleh kecanggihan teknologi yang memungkinkan seruan untuk mengenakan batik tentulah informasi tersebut dengan cepat menyebar. Ada juga saya lihat beberapa mahasiswa saya lihat tidak mengenakan batik.  Saya rasa merasa tertarik juga dengan wacana –HarTikNas (Hari Batik Nasional)- ini. Namun dalam pada itu saya pun insaf dan bertanya diri sendiri sejak kapan tanggal 2 oktober itu ditetapkan sebagai Hari Batik Nasional. Tentu hal ini perlu kita telusuri juga bagaimana perihal semacam ini bisa muncul. Saya coba ketikkan pula kata Hari Batik Nasional pada mesin pencari google dan begini hasilnya: Hari Batik Nasional   adalah hari pera

Hanya ada 1 kata “LAWAN”

Lawan bukanlah Berkawan Lawan berarti tidak kawan Lawanlah setiap bentuk ketidak adlian Karena dengan melawan berarti peduli Lawanlah setiap bentuk penindasan Lawanlah politik kekuasaan

Kajian Wacana

Gambar
Apa yang muncul di benak kita jika mendengar kata wacana? Mungkin saja kita akan menjawab wacana sama dengan teks bacaan, atau mungkin kita menjawab wacana itu sama dengan perencanaan. Tidak ada salahnya anda berpendapat demikian karena anda memiliki sudut pandang tersendiri. Sedangkan kalau wacana kita lihat dari sudut pandang ilmu lingustik adalah satu bagian dari “Langue” dan “Parole”. Mari kita telusuri lagi apa itu yang disebut dengan “langue” dan apa yang disebut dengan “parole”. Langue merupakan sumber dari sebuah budaya; kaidah-kaidah grammatikal. Kaidah yang menjadi dasar dari sebuah budaya. Dengan kata lain “parole” merupakan signifikasi yang memaknai wacana bukan dalam konteks komunikasi melainkan pemaknaan berdasarkan benda, gejala alam, atau gejala social yang ada. Oleh karena itu, mengkaji wacana dalam sebuah budaya masyarakat akan melibatkan banyak hal didalamnya sehingga tidak biasa mengakaji budaya berdasarkan satu sisi saja. Budaya bangsa arab berbeda dengan bang

Meneropong Indonesia di masa yang akan datang

Gonjang ganjing pemilihan umum 2014 usai sudah. Akhirnya Indonesia mempunyai presiden baru lagi. Ya, presiden RI ke 7.Banyak yang optimis menaruh harapan bahwa pemerintahan ke depan akan membawa angin segar bagi bangsa Indonesia. Tapi apakah kita sebagai rakyat sudah siap untuk mengawal pemerintahan yang baru ini. Rakyat kita sudah cerdas dalam memilih tapi apakah rakyat kita       cerdas dalam mengawal pemerintahan ke depan. Ada yang mengatakan bahwa kedepan sekitar tahun 2030 an Indonesia akan menjadi Negara adikuasa dan termasuk Negara besar. Hal ini terlihat pada tingginya pertumbuhan ekonomi Negara yang mencapai 6 persen. Saya kembali bertanya apakah pernyataan semacam ini memang benar-benar berdasarkan fact (bukti) ataukah hanya prasangkaan semata (logika mistika). Kalau kepercaan itu termasuk ke dalam logika mistika saja maka belum benar pernyataan itu. Sebagai rakyat intelektual bolehkah kita koreksi pernyataan semacam ini. Ekonomi yang sehat itu dilihat dari segi apa?