Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2014

Hanya ada 1 kata “LAWAN”

Lawan bukanlah Berkawan Lawan berarti tidak kawan Lawanlah setiap bentuk ketidak adlian Karena dengan melawan berarti peduli Lawanlah setiap bentuk penindasan Lawanlah politik kekuasaan

Kajian Wacana

Gambar
Apa yang muncul di benak kita jika mendengar kata wacana? Mungkin saja kita akan menjawab wacana sama dengan teks bacaan, atau mungkin kita menjawab wacana itu sama dengan perencanaan. Tidak ada salahnya anda berpendapat demikian karena anda memiliki sudut pandang tersendiri. Sedangkan kalau wacana kita lihat dari sudut pandang ilmu lingustik adalah satu bagian dari “Langue” dan “Parole”. Mari kita telusuri lagi apa itu yang disebut dengan “langue” dan apa yang disebut dengan “parole”. Langue merupakan sumber dari sebuah budaya; kaidah-kaidah grammatikal. Kaidah yang menjadi dasar dari sebuah budaya. Dengan kata lain “parole” merupakan signifikasi yang memaknai wacana bukan dalam konteks komunikasi melainkan pemaknaan berdasarkan benda, gejala alam, atau gejala social yang ada. Oleh karena itu, mengkaji wacana dalam sebuah budaya masyarakat akan melibatkan banyak hal didalamnya sehingga tidak biasa mengakaji budaya berdasarkan satu sisi saja. Budaya bangsa arab berbeda dengan bang

Meneropong Indonesia di masa yang akan datang

Gonjang ganjing pemilihan umum 2014 usai sudah. Akhirnya Indonesia mempunyai presiden baru lagi. Ya, presiden RI ke 7.Banyak yang optimis menaruh harapan bahwa pemerintahan ke depan akan membawa angin segar bagi bangsa Indonesia. Tapi apakah kita sebagai rakyat sudah siap untuk mengawal pemerintahan yang baru ini. Rakyat kita sudah cerdas dalam memilih tapi apakah rakyat kita       cerdas dalam mengawal pemerintahan ke depan. Ada yang mengatakan bahwa kedepan sekitar tahun 2030 an Indonesia akan menjadi Negara adikuasa dan termasuk Negara besar. Hal ini terlihat pada tingginya pertumbuhan ekonomi Negara yang mencapai 6 persen. Saya kembali bertanya apakah pernyataan semacam ini memang benar-benar berdasarkan fact (bukti) ataukah hanya prasangkaan semata (logika mistika). Kalau kepercaan itu termasuk ke dalam logika mistika saja maka belum benar pernyataan itu. Sebagai rakyat intelektual bolehkah kita koreksi pernyataan semacam ini. Ekonomi yang sehat itu dilihat dari segi apa?